JAKARTA,BUKTIPETUNJUK.ID –Cover lagu milik pencipta dan pemegang hak cipta tanpa lisensi merupakan pelanggaran hak ekonomi dan hak moral dapat diancam pidana satu tahun penjara denda Rp 100 juta rupiah sampai dengan 10 tahun penjara denda Rp 4 miliar rupiah. Hal itu diatur didalam ketentuan Pasal 113 ayat ( 1), (2), (3), dan (40) UU No 28 Tahun 20214 Tentang Hak Cipta. Hal itu di ungkapkan pakar hukum pidana Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Metro (UMM) Asst. Prof. Dr. Edi Ribut Harwanto, S.H., M.H., C.LAd, C.LC., C.CM, C..MT. saat diminta pandangan hukum terkait polemik kasus antara musisi Indonesia Yoni Dores dan artis ternama Indonesia Lesti Kejora.
Menjawab, pertanyaan wartawan, terkait permintaan pandangan hukum terhadap laporan polisi Yoni Dores melalui kuasa hukumnya terhadap Lesti Kejora di Polda Metro Jaya atas dugaan cover lagu tanpa izin, Edi Ribut Harwanto mengatakan, kasus itu sebenarnya sederhana saja. Menurut Dekan Fakultas Hukum UM Metro ini, sebelum masuk pada subtansi masalah mereka antara Yoni Dores dan Lesti Kejora terlebih dahulu saya tegaskan, bahwa seorang pencipta itu adalah seseorang atau lebih secara sendiri maupun bersama sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Artinya, pelapor Yoni Dores melaporkan Lesti Kejora sebagai pelapor, berlandaskan legal standing sebagai pencipta atas ciptaan nya yang telah di ekspresikan dalam bentuk nyata dalam bentuk lagu berjudul “Ranting Yang Kering”. (Ketentuan Umum Pasal 1 dan 2 UUHP tentang definisi pencipta dan ciptaan). Didalam pasal 8 dan pasal 9 telah diatur tentang hak ekonomi pencipta dan pemagang hak cipta. Dalam pasal 9, pencipta dan pemegang hak cipta sebagaimana diatur didalam ketentuan pasal 8, memiliki hak ekonomi untuk melakukan, menerbitkan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuk, penerjemahan ciptaan, pengadaptasian, mengaransemen atau mentransformasikan ciptaan. Pendistribusian ciptaan atau salinannya, pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan, komunikasi ciptaan dan penyewaan ciptaan. Dari hal tersebut diatas, Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) menyebutkan, “setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana di maksud ayat 1 wajib mendapatkan izin atau lisensi pencipta atau pemegang hak cipta. Ayat (3), “setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemagang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan atau pengunaan secara komersil ciptaan. Dari dasar ketentuan peraturan diatas, telah jelas dan tegas, bahwa, setiap orang, artinya setiap orang itu tio orang atau badan hukum dilarang melakukan aktifitas didalam ketentuan pasal 9 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf i. Bagi yang melanggar ketentuan ini para pihak dapat diancam dengan hukum penjara 1 tahun denda Rp 100 juta samapi dengan 10 tahun penjara dan denda Rp 4 milyar rupiah. Sehingga tingal dilihat tingkat dan jenis pelanggarannya dimana yang dilanggar.
Lebih lanjut Edy Law sapaan akrabnya mengatakan kepada wartawan, terkait kasus laporan polisi Yoni Dores ke Polda Metro jaya terhadap Lesti Kejora, Edi Ribut Harwanto menjawab, perlu melihat alat bukti yang digunakan pelapor apa. Dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah adalah, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam laporan ini, jika pasalnya yang dipergunakan pasal 113 jo pasal 9 UU NO 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, maka berdasarkan ketentuan hukum acara, alat bukti yang wajib di siapkan adalah, mendeteksi secara akurat produk fiksasi yang dibuat oleh terlapor atau timnya berupa konten lagu berjudul “Ranting Yang Kering” yang di nyanyikan terlapor di unggah ke Chanel Youtube atau aplikasi berbayar lainya milik terlapor secara sah dan terverifikasi atau minimal sudah termonetice oleh aggregator resmi dan telah mendapatkan penghasilan secara komersil lewat adsense atau pendapatan iklan secara komersial. Jika, chanel youtobe bukan milik Lesti Kejora secara resmi dan tidak terverifikasi menurut system hukum yang berlaku, dan chanel youtobe ternyata milik fans Lesti Kejora atau pihak ketiga lainnya maka alat bukti tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah. Jika ternyata alat bukti mungkin berupa alamat akun chanel youtobe atau bukti petunjuk berupa screenshot berupa gambar atau video yang telah di download, harus merupakan produk konten fiksasi yang original bukan milik Lesti Kejora atau milik orang lain. Pada prinsipnya, UUHC telah memberikan perlindungan hukum kepada pencipta dan pemegang hak cipta terkait hak ekonomi dan hak moral telah dijamin oleh UUHC. Namun, demikian, hal ini belum dipahami sebagian para pencipta dan pemegang hak cipta dalam aplikasi di lapangannya. Oleh sebab itu, lembaga profesi seperti WAMI, KCI, ASIRI dll, sebagai lembaga menaungi harus banyak mengedukasi mereka dan juga melakukan advokasi secara kelembagaan jika terjadi masalah hukum sehingga para pencipta dan pemegang hak cipta terayomi dengan baik.” Kata Ahli Hukum Pidana ini, kepada media, Minggu 25 Mei 2025.
Saat ditanya wartawan, bagaimana prediksi upaya hukum kedepan masalah laporan polisi pelapor Yoni Dores ke Polda Metro Jaya terhadap Lesti Kejora, mantan pengacara Zaskia Gotik ini, menjawab, bahwa kasu ini nanti akan terkendala di dalam ketentuan Pasal 95 ayat (4) tentang Penyelesaian Sengketa. “Selain pelanggaran hak cipta dan atau hak terkait dalam bentuk pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaanya dan atau berada di wilayah NKRI harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana”. Didalam sengketa UUHC itu ada tiga hal, sengketa perbuatan melawan hukum, sengketa pelanggaran lisensi dan pembayaran royalty, dimana dari ketiga sengketa tersebut terlebih dahulu dilakukan mediasi, negoisasi dan konsiliasi. Artinya, dalam perkara antara Yoni Dores dan Lesti Kejora ini, sebaiknya dilakukan mediasi terlebih dahulu, sebelum mengambil upaya pidana, karena ketentuan UUHC mengatur seperti di jelaskan di Pasal 95 ayat (4).
Mengenai pertanyaan wartawan apakah pelapor Yoni Dores dapat tuntut laporan balik oleh Lesti Kejora, jika laporan nya ternyata tidak terbukti, secara hukum telah diatur. Pasal 220 KUHP dijelaskan, “barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam pidana penjara paling lama 1 tahun empat bulan. Jika, laporan ini bersifat fitnah atau perbuatan itu tidak dilakukan oleh terlapor dan tidak ada peristiwa hubungan hukum sama sekali atau tidak ada hubungan kausalitas antara pelapor dan terlapor maka dapat mengunakan pasal 220 KUHP. Namun, jika laporan pelapor Yoni Dores ini, telah dip roses secara hukum dengan bukti laporan polisi mentelah diterima, dan ditunjuk penyidik oleh lembaga kepolisian, artinya proses hukum telah berjalan. JIka, di suatu saat dalam proses penyelidikan, pemeriksaan klarifikasi para pihak, dan tidak ditemukan alat bukti yang cukup dan kasus di hentikan atau di SP3 kan oleh penyelidik, karena tiga alasan, yaitu, kurang cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana, atau dihentikan demi hukum. Dan atau ada sarat ketentuan hukum secara khusus mengatur mengenai prosedur penanganan perkara pidana didalam ketentuan UUHC seperti sarat di dalam pasal 95 ayat (4), maka penyelidik dapat saja menghentikan proses penyelidikan nya. Jika, alasan hukum dikeluarkan Serat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3), maka terlapor tidak dapat menuntut balik, karena pelapor telah mengunakan hak hukumnya sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak melakukan tindakan diluar prosedur hukum yang berlaku. Dalam UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, menetapkan, tugas pokok polri yaitu, meliputi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. (**)
(Red).