Penolakan Tambang Laut di Desa Batu Beriga, Warga Tegaskan Kelestarian Laut Lebih Penting dari Timah

Bangka Tengah,Buktipetunjuk.Id Rencana pembukaan tambang timah di perairan Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, kembali memicu penolakan keras dari masyarakat. Ratusan warga, yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, turun ke jalan pada Rabu (9/10/2024) untuk menyuarakan keberatan mereka terhadap aktivitas tambang laut yang akan dilakukan oleh mitra PT Timah Tbk di wilayah tersebut.

Aksi demonstrasi ini berpusat di depan Gedung Kesenian Desa Batu Beriga dan mendapat dukungan luas dari berbagai lapisan masyarakat desa. Mereka berpendapat bahwa tambang timah di laut akan mengancam kelestarian ekosistem laut yang selama ini menjadi sumber utama penghidupan bagi masyarakat setempat.

Nelayan Menolak, Mata Pencaharian Terancam

Nelayan Desa Batu Beriga merasa bahwa tambang laut akan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat. Dampak lingkungan, seperti pencemaran laut dan rusaknya habitat ikan, dianggap akan merusak sumber nafkah yang telah menghidupi mereka selama bertahun-tahun.

“Kami hidup dari laut. Anak-anak kami bisa sekolah, kami bisa makan, semua itu dari hasil tangkapan laut, bukan dari tambang,” ujar seorang ibu, istri nelayan, dalam orasinya yang direkam dan kemudian viral di media sosial.

Pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran mendalam masyarakat Desa Batu Beriga terhadap kerusakan ekosistem laut yang kemungkinan besar akan terjadi akibat aktivitas penambangan. Mereka khawatir jika tambang dibuka, bukan hanya mata pencaharian mereka yang hilang, tetapi juga masa depan generasi muda yang selama ini bergantung pada laut.

Penolakan Bantuan dari PT Timah

Dalam upaya meredam amarah warga, perwakilan PT Timah hadir di lokasi dan mencoba memberikan bantuan sembako kepada masyarakat sebagai bentuk kepedulian. Namun, upaya tersebut justru memicu kemarahan yang lebih besar. Warga menolak bantuan tersebut, menyatakan bahwa mereka masih bisa bertahan hidup dari laut tanpa perlu bantuan sembako.

“Kami tidak butuh sembako, kami butuh laut yang bersih dan aman untuk mencari nafkah. Bawa pulang saja sembakonya,” ujar salah satu warga dengan tegas.

Penolakan ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memprioritaskan keberlanjutan sumber daya alam mereka daripada bantuan material sesaat. Mereka bersikukuh bahwa tambang akan membawa kehancuran bagi lingkungan laut yang menjadi tulang punggung ekonomi desa.

PT Timah Klaim Izin Resmi dan Manfaat Ekonomi

Sementara itu, PT Timah melalui pernyataan resmi yang disampaikan oleh Departement Head Corporate Communication, Anggi Siahaan, menjelaskan bahwa rencana penambangan di Perairan Beriga telah mendapatkan izin resmi dari pemerintah. Anggi menegaskan bahwa seluruh proses telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan perusahaan berkomitmen untuk melaksanakan operasi tambang dengan bertanggung jawab serta transparan.

“Kami memahami kekhawatiran masyarakat, tetapi kami juga ingin mengajak masyarakat untuk melihat manfaat jangka panjang dari kegiatan ini. Tambang ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung pembangunan di wilayah sekitar,” ujar Anggi.

PT Timah juga menekankan pentingnya kolaborasi antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah untuk mencapai kesepahaman terkait dampak serta manfaat yang bisa dihasilkan dari operasi tambang. Mereka berharap bisa menjalin dialog yang lebih baik dengan masyarakat agar program tambang ini bisa berjalan tanpa hambatan.

Respon Masyarakat: Tetap Menolak

Meski PT Timah menawarkan manfaat ekonomi dan pembangunan, masyarakat Desa Batu Beriga tetap bersikukuh pada pendirian mereka. Bagi warga, keberlanjutan lingkungan laut jauh lebih penting dibandingkan potensi keuntungan ekonomi dari tambang. Mereka khawatir bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh tambang akan bersifat jangka panjang, sementara keuntungan ekonomi yang dijanjikan hanya bersifat sementara.

“Kami sudah hidup di sini bertahun-tahun. Laut ini adalah bagian dari hidup kami. Kami tidak akan membiarkan laut kami rusak oleh tambang,” ujar salah satu nelayan yang ikut dalam aksi protes.

Penolakan keras masyarakat Desa Batu Beriga bukanlah hal yang pertama terjadi di Bangka Belitung. Aktivitas tambang timah, baik di darat maupun di laut, telah lama menjadi polemik di daerah ini. Meskipun industri tambang timah menyumbang pendapatan besar bagi daerah dan negara, dampak ekologis dan sosial yang ditimbulkan sering kali menjadi bahan perdebatan.

Tantangan Bagi Pembangunan Berkelanjutan

Kasus di Desa Batu Beriga memperlihatkan betapa sulitnya menemukan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Di satu sisi, tambang timah merupakan sumber daya alam yang berharga dan menjadi penggerak ekonomi. Namun di sisi lain, masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada lingkungan alami, seperti nelayan, melihat tambang sebagai ancaman langsung terhadap mata pencaharian mereka.

Hingga saat ini, belum ada titik temu antara masyarakat Desa Batu Beriga dan PT Timah. Warga tetap teguh pada keputusan mereka untuk menolak segala bentuk aktivitas tambang di laut, sementara PT Timah masih berupaya menjalin komunikasi dan mencari solusi agar operasi tambang dapat berjalan sesuai rencana.

Ketegangan antara kedua pihak terus berlanjut, menandakan bahwa isu tambang laut ini akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.

(T-APPI)

 

banner banner banner banner

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *