OKU Selatan,Buktipetunjuk.id — Terindikasi aktivitas pertambangan emas ilegal kembali mencuat di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Sumatra Selatan. Informasi ini mencuat setelah adanya berita salah satu media Sumatra Selatan yang menyebutkan terdapat dua lokasi tambang emas ilegal yang beroperasi di wilayah Desa Sadau, Kecamatan Sungai Are.
Tambang pertama terindikasi milik seorang pengusaha bernama Haji Salim, yang pengelolaannya diserahkan kepada anaknya, Reza, warga Desa Tanjung Bulan, Kecamatan Pulau Beringin.
Lokasi pertambangan ini berada di atas lahan yang diklaim sebagai milik pribadi Haji Salim. Sementara, tambang kedua yang masih berada dikawasan yang sama disebut-sebut milik Haji Ucu, warga Desa Simpang Luas, Kecamatan Sungai Are.
Aktivitas tambang emas terindikasi ilegal tersebut, telah berlangsung sejak tahun 2022 hingga kini masih terus beroperasional. Dengan adanya kegiatan ini tentu, mengakibatkan kekhawatiran bagi masyarakat atas limbah yang ditimbulkan oleh aktivitas itu.
Lantaran, dengan adanya kegiatan itu, sungai menjadi rusak, sehingga dapat mencemari lingkungan serta keasrian sungai diwilayah tersebut.
Aktivitas itu terus berlangsung lantaran indikasinya mendapatkan dukungan dari Kepala Desa, sehingga para pelaku tambang merasa aman.
Padahal, kewenangan untuk mengeluarkan izin usaha pertambangan bukan berada di tangan pemerintah desa, melainkan pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM.
Indikasi keterlibatan oknum Kades ini semakin memperkuat adanya praktik pembiaran terhadap aktivitas ilegal tersebut.
Masyarakat sekitar menilai, praktik tambang emas ilegal ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial serta menimbulkan kerugian negara karena tidak adanya penerimaan pajak maupun retribusi resmi dari kegiatan tersebut.
“Sudah jelas, dalam pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, yang mengubah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Pasal ini mengatur bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 miliar.
Sedangkan, H. Ucu salah satu indikasi pemilik tambang tersebut saat dikonfirmasi Via Handphone sedang diluar jangkauan. “Sampai berita ini diterbitkan pemilik tambang belum bisa terkonfirmasi. (Ham)