Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn.
Buktipetunjuk.id –Setara Institute dan Forum on Indonesian Development (INFID) melakukan survei terhadap siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) terkait persepsi mereka tentang idiologi Pancasila. Hasil survei pun menyentak perhatian kita, dimana 83,3 persen siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan bisa diganti.
Temuan lain dari hasil survei Setara yaitu sebanyak 56,3 persen responden terbuka terkait syariat Islam sebagai landasan bernegara.
Kemudian sebanyak 61,1 persen responden menyatakan setuju bahwa mereka merasa lebih nyaman jika semua siswi di sekolah menggunakan jilbab. Sedangkan 38,9 persen lainnya menyatakan tidak setuju.
Namun secara umum tingkat toleransi siswa terbilang tinggi. Sebanyak 99,3 persen responden dapat menerima perbedaan keyakinan. Kemudian 99,6 persen dapat menerima perbedaan etnis.
Selanjutnya 98,5 persen responden juga empati terhadap kelompok yang berbeda agama/keyakinan. Dukungan pada kesetaraan gender 93,8 persen dalam kepemimpinan OSIS adalah tren yang sangat positif di kalangan pelajar.
Hasil survei tersebut, tentu membuat kita semua prihatin. Ini adalah dampak dari salah satu hasil dari perubahan UUD 1945 yang dilakukan di tahun 2002 silam. Sehingga Pancasila sudah tidak lagi terjabarkan sebagai norma hukum tertinggi di dalam Konstitusi bangsa ini.
Bila hal ini tidak segera disikapi, lama-lama Pancasila akan terlupakan oleh generasi-generasi muda kita dan menjadi awal bangsa ini dipisahkan dari ideologinya.
Awal bangsa ini meninggalkan Pancasila sebagai grondslag bangsa. Dan penghancuran memori kolektif sebuah bangsa memang bisa dilakukan tanpa metode perang militer. Tetapi dengan memisahkan generasi bangsa itu dengan ideologinya. Selain itu, memudarnya cara pandang generasi muda terhadap Pancasila, akibat penghilangan pelajaran Pancasila di tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Seperti tidak ada gunanya BPIP dibentuk apa kerjanya, hingga survey ini turun di kalangan anak anak sekolah memberi pendapat Pancasila bukan idiologi permanen yang dapat di ganti.
Hal ini jelas membahayakan kedaulatan NKRI, Negara dan pemerintah harus bertindak tegas untuk membenahi pendidikan bangsa dari tingkat dasar agar memahami dasar negara yang sudah final yaitu Pancasila dan UUD 1945. Ancaman ini bukan lagi sekedar isapan jempol. Kita semua harus waspada baik dengan Islam garis keras dan komunis Indonesia pembaruan. Yang dapat kita duga sudah masuk di semua sendi bangsa Indonesia yang mengancam persatuan NKRI.
Agar bangsa ini tidak semakin terpuruk dan kehilangan idiologi, perlu didorong lahirnya Konsensus Nasional semua elemen bangsa yang masih peduli dan punya nasionalisme di dadanya untuk bersepakat mengembalikan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi, yang terjabarkan melalui Pasal-Pasal di dalam Konstitusi.
Saya sepakat dengan rekomendasi Setara dan INFID agar Kemdikbudristek dan Kemenag merespons masih tingginya kategori siswa yang intoleran aktif dan terpapar radikalisme serta membentuk instrumen pengawasan, pembinaan, dan desain respons yang demokratik atas fakta intoleransi yang melekat pada guru, tenaga kependidikan, dan siswa. Pancasila harus tetap tumbuh di dalam sanubari seluruh anak bangsa.
Nilai-nilai Pancasila harus tetap dipahami dan diamalkan di tengah arus globalisasi di Indonesia. Generasi milenial menjadi obyek utama yang harus didorong untuk tetap mengamalkan nilai luhur tersebut. Ini bertujuan agar Pancasila tidak tergerus oleh berbagai faham yang bisa memecah kedaulatan bangsa.(**).
(Red).