OKU Selatan,Buktipetunjuk.id — Belum genap satu pekan sejak diresmikannya Dapur 4 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Desa Pelangki, Kecamatan Muaradua, Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan, para pekerja memilih mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Pasalnya, mereka menilai upah yang diterima disinyalir, sangat tidak sebanding dengan beban kerja yang mereka lakukan selama ini. Padahal, peluncuran yang dilakukan pada, Selasa (30/10/2025) lalu itu sempat diwarnai harapan besar untuk mendukung program pemenuhan gizi anak-anak sekolah serta menjadikan lapangan pekerjaan.
Namun di balik layar, kondisi para pekerja dapur justru menyimpan keprihatinan lantaran bekerja dinilai seperti kerja rodi sedangkan upah yang diterima sangat tidak sesuai.
Menurut keterangan salah satu pekerja yang enggan disebutkan namanya, beban kerja yang terlalu berat dan tidak sebanding dengan upah. Menjadikan alasan utama banyaknya pegawai memilih berhenti.
“Para pekerja dapur MBG hanya menerima gaji sebesar Rp100.000 per hari, yang masih harus dipotong Rp 25.000 untuk biaya makan ironisnya, makanan itu pun tidak disediakan oleh pihak pengelola,” ucapnya.
Dari pekerjaan yang paling berat itu, kata dia bagian mencuci kotak makanan, bekerja mulai dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 02.00 dini hari. Akibatnya banyak yang tidak sanggup dan akhirnya memilih mundur,” ungkapnya.
“Setiap pekerja memiliki tugas masing-masing, mulai dari memasak, menyiapkan bahan, hingga mencuci kotak makanan. Pekerjaan memasak, misalnya, dimulai sejak pukul 01.00 Wib hingga 16.00 Wib, sementara tim penyiapan bahan bekerja dari pukul 15.00 WIB hingga pukul 02.00 dini hari,” bebernya.
Ia juga, menyebutkan bahwa pada awalnya pihak yayasan menjanjikan sistem kerja yang lebih manusiawi. Dalam satu minggu pertama, dapur MBG hanya akan melayani 1.000 penerima manfaat, lalu ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target 4.000 paket makanan (ompreng).
Namun realitanya, belum dua hari berjalan, para pekerja sudah dipaksa memenuhi permintaan hingga 3.000 ompreng per hari.“Kita dijanjikan progresif, naik bertahap dari 1000, tapi baru dua hari sudah digenjot langsung ke 3.000. Kita tidak diberi waktu adaptasi, pekerjaan benar-benar diforsir, sementara gaji tidak manusiawi,” jelasnya.
Kondisi ini tentu akan mengancam terhambatnya program ini, lantaran akan memicu pada pekerja lain yang bakal enggan bergabung. Sedangkan, Dedi Heriawan Pemilik Yayasan saat dikonfirmasi Via Hanphone yang bersangkutan tidak merespon. Sampai berita ini diterbitkan pihak yayasan belum bisa terkonfirmasi.(Ham)